Partai Demokrat membuka kesempatan kedua capres yakni Jokowi dan Prabowo
Subianto untuk memaparkan visi, misi dan program pada 1 Juni mendatang.
Peluang tersebut dibuka Partai Demokrat untuk melihat potensi merapat
ke salah satu kubu koalisi.
Hal ini dinilai bertentangan dengan komitmen Partai Demokrat sebelumnya, di mana hasil Rapimnas 18 Mei lalu mayoritas kader Partai Demokrat memilih untuk bersikap netral. Dengan sikapnya ini, tidak sedikit masyarakat yang menganggap Partai Demokrat 'galau'.
Pengamat Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai langkah Partai Demokrat tersebut bukan galau, melainkan sedang menjalankan suatu strategi tertentu.
"Strategi yang dimainkan SBY itu bagus sekali," kata Emrus kepada merdeka.com, Kamis (29/5).
Emrus menjelaskan, hasil Rapimnas memang menyatakan bahwa sebesar 21 persen suara kader Partai Demokrat ingin berkoalisi dengan Partai Golkar apabila dimungkinkan, 22 persen suara kader Partai Demokrat ingin berkoalisi dengan Gerindra dan sebanyak 56 persen kader ingin netral.
"Tapi jangan lupa Rapimnas ini kan juga memberi wewenang kepada SBY untuk memutuskan netral atau merapat ke Gerindra. Masih mungkin juga SBY merapat ke PDIP walau hasil Rapimnas 0 persen (kader yang memilih Jokowi)," jelas Ermus.
Saat ini, lanjut Ermus, SBY sedang memanfaatkan kewenangannya tersebut untuk membawa Partai Demokrat berlabuh ke salah satu kubu koalisi. Ermus menilai, secara kultural, Partai Demokrat serupa dengan PDIP. Sosok Megawati sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan PDIP, begitu juga Partai Demokrat dengan sosok SBY.
Peran SBY yang sangat besar di Partai Demokrat ditambah dengan 10 persen perolehan suara Partai Demokrat dalam Pileg lalu, menjadikan Partai Demokrat sebagai penentu kemenangan salah satu pasangan capres-cawapres.
"Ketokohan SBY di Demokrat sama dengan Megawati di PDIP. Penentu kemenangan pilpres mendatang adalah SBY, SBY adalah ahli strategi. SBY kelihatannya plintat plintut, tapi ternyata tidak," tutup Ermus. [Merdeka]
Hal ini dinilai bertentangan dengan komitmen Partai Demokrat sebelumnya, di mana hasil Rapimnas 18 Mei lalu mayoritas kader Partai Demokrat memilih untuk bersikap netral. Dengan sikapnya ini, tidak sedikit masyarakat yang menganggap Partai Demokrat 'galau'.
Pengamat Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai langkah Partai Demokrat tersebut bukan galau, melainkan sedang menjalankan suatu strategi tertentu.
"Strategi yang dimainkan SBY itu bagus sekali," kata Emrus kepada merdeka.com, Kamis (29/5).
Emrus menjelaskan, hasil Rapimnas memang menyatakan bahwa sebesar 21 persen suara kader Partai Demokrat ingin berkoalisi dengan Partai Golkar apabila dimungkinkan, 22 persen suara kader Partai Demokrat ingin berkoalisi dengan Gerindra dan sebanyak 56 persen kader ingin netral.
"Tapi jangan lupa Rapimnas ini kan juga memberi wewenang kepada SBY untuk memutuskan netral atau merapat ke Gerindra. Masih mungkin juga SBY merapat ke PDIP walau hasil Rapimnas 0 persen (kader yang memilih Jokowi)," jelas Ermus.
Saat ini, lanjut Ermus, SBY sedang memanfaatkan kewenangannya tersebut untuk membawa Partai Demokrat berlabuh ke salah satu kubu koalisi. Ermus menilai, secara kultural, Partai Demokrat serupa dengan PDIP. Sosok Megawati sangat besar pengaruhnya terhadap pergerakan PDIP, begitu juga Partai Demokrat dengan sosok SBY.
Peran SBY yang sangat besar di Partai Demokrat ditambah dengan 10 persen perolehan suara Partai Demokrat dalam Pileg lalu, menjadikan Partai Demokrat sebagai penentu kemenangan salah satu pasangan capres-cawapres.
"Ketokohan SBY di Demokrat sama dengan Megawati di PDIP. Penentu kemenangan pilpres mendatang adalah SBY, SBY adalah ahli strategi. SBY kelihatannya plintat plintut, tapi ternyata tidak," tutup Ermus. [Merdeka]
Tidak ada komentar: